Allah
Orang Kristen (Ajaran Tentang Allah Trinitas dalam Alkitab)
Oleh:
Pdt. Samuel T. Gunawan, M.Th
Siapakah
Allah orang Kristen? Apakah Ia sama dengan Allah yang dikenali dan disembah
agama-agama lain? Pertanyaan ini benar-benar sensitif! Orang Kristen mengklaim
bahwa Allah Trinitarian adalah satu-satunya Allah yang hidup dan benar, klaim
ini bukan suatu bentuk arogansi rohani, tetapi lebih merupakan manifestasi dari
iman yang lahir dari ajaran Alkitab.
Allah
Trinitas adalah sebuah doktrin yang mendasar bagi iman Kristen; Kepercayaan
atau ketidakpercayaan pada Trinitas menandai Kekristenan sejati atau bukan.
Namun demikian penalaran manusia tidak dapat memahami Trinitas, demikian pula
logika tidak dapat menjelaskannya. Meskipun kata “Trinitas” tidak terdapat
dalam Alkitab, tetapi doktrin itu secara gamblang diajarkan di Alkitab. Sejarah
meneguhkan kebenaran ajaran Trinitas ini, sekalipun sejak abad gereja mula-mula
telah timbul ajaran yang berusaha untuk menentang ajaran Trinitas ini.
DEFINISI
TRINITAS
Istilah
“Trinitas” berasal dari kata Inggris “triunity” merupakan gabungan dari kata
“tree” yang berarti “tiga” dan “unity” yang berarti “kesatuan”. Jadi kata ini
digunakan untuk menekankan kesatuan di antara pribadi dalam Trinitas tetapi
juga menekankan keterpisahan dan kesetaran dari tiga pribadi dalam Trinitas.
Sebuah definisi yang baik tentang Trintas menyatakan “Ada satu Allah yang benar
dan satu-satunya, tetapi di dalam keesaan dari Keallahan ini ada tiga Pribadi
yang sama kekal dan setara, sama di dalam hakekat tetapi beda di dalam Pribadi”
(Ryrie, Teologi Dasar, Jilid 1, hal. 72).
Memang,
tidaklah mudah membuat definisi dari Trinitas, hal ini dikaitkan dengan
perlunya keseimbangan penekanan dari keesaan (ketunggalan) dan ketigaan
(kejamakan) Allah. Penekanan yang berlebihan pada keesaan atau ketigaan dapat
menyebabkan kekeliruan dan kesesatan. Alkitab jelas menunjukkan adanya
“ketunggalan Allah” dan juga menunjukkan adanya “kejamakan Allah”. Karena itu,
dua sikap ekstrim yang keliru yang harus dihindari, yaitu:
Pertama,
sikap ekstrim yang terlalu menekankan “kejamakan dalam diri Allah” dan
mengabaikan “kesatuanNya”. Sikap ini mengakibatkan menjadi “Tritheisme”, yaitu
kepercayaan kepercayaan kepada tiga Allah. Ini salah, karena mengabaikan ketunggalan
Allah, berarti mengabaikan sebagian dari Kitab Suci.
Kedua,
sikap ekstrim yang menekankan “kesatuan Allah” dan mengabaikan “kejamakan dalam
diri Allah”. Kita tidak bisa hanya menyoroti ayat-ayat yang menunjukkan
ketunggalan Allah, dan lalu mengatakan bahwa Allah itu tunggal secara mutlak.
Ini keliru dan menyebabkan “Monoteisme Unitarian”. Karena kalau kita melakukan
hal itu, lalu apa yang akan kita lakukan dengan ayat-ayat yang menunjukkan
adanya kejamakan dalam diri Allah? Membuangnya? Mengabaikannya? Ini tentu tidak
mungkin dilakukan oleh orang yang mempercayai Alkitab sebagai Firman Tuhan!
Ajaran
Allah Trinitas merupakan satu-satunya jalan untuk mengharmoniskan ayat-ayat
Alkitab yang menyatakan ketunggalan dan kejamakan Allah tersebut. Jika kita mau
menerima doktrin Allah Trinitas, maka kita bisa mengharmoniskan kedua kelompok
ayat tersebut. Kalau kita menolak doktrin Allah Trinitas, ini berarti kita
harus menghadapi kontradiksi (pertentangan) dalam Alkitab yang tidak mungkin
bisa diharmoniskan.
PENTINGNYA
MENGERTI AJARAN TENTANG TRINITAS
Yakub
B. Susabda dalam buku Bergaul dan Mengenal Allah menyebutkan tiga alasan
mengapa pengenalan akan Allah Trinitas ini penting, yaitu:
Pertama,
Allah orang Kristen adalah Allah yang hanya mau dikenal dan disembah sebagai
Bapa, Putra dan Roh Kudus. Allah memang esa, tetapi mengenak keesaanNya saja
tidaklah menyelamatkan. Seluruh rencana keselamatan Allah hanya daat dipahami
dan diimani dalam hubungan dengan keunikan diri Allah, penyingkapan diriNya
yang progresif, rencana dan cara kerjaNya. Allah ingin kita mempercayai dan
mengimani Dia bukan hanya sebagai Allah yang esa, yang mengingatkan dan
mengajarkan jalan keselamatan dan kehidupan yang diperkenanNya, tetapi ia
menginginkan kita mengenalNya sebagaimana Dia ada, yaitu Bapa, Putra dan Roh
Kudus dengan keunikanNya masing-masing. Alkitab menegaskan bahwa bahwa Allah
tidak mungkin dapat dikenali diluar dari apa yang Dia sendiri singkapkan
(Matius 16:17; Bandingkan Yohanes 14:6; 15:16).
Kedua,
iman kepada Allah Trinitas adalah salah satu keunikan iman Kristen yang
membedakannya dari iman semua agama-agama lain. Tanpa pengenalan akan
Ketrinitasan Allah, perbedaan antara iman Kristen dengan iman agama-agama lain
akan menjadi kabur. Demi membangun jembatan komunikasi dan semangat kesatuan
serta toleransi, kita tidak boleh mengorbankan ajaran essensial Allah Trinitas
ini hanya supaya kita bisa diterima oleh pemeluk kepercayaan agama-agama
lainnya. Alkitab menegaskan bahwa diluar kepercayaan kepada Allah Trinitas tidak
ada keselamatan (1 Yohanes 4:2-3).
Ketiga,
pengenalan tentang Allah Trinitas bukanlah pengenalan rasional tetapi
pengenalan iman yang lahir kebenaran Alkitab. Penalaran manusia tidak dapat
memahami Trinitas dengan tuntas, demikian pula logika tidak dapat
menjelaskannya dengan tuntas. Tetapi karena Alkitab menyatakannya maka kita
menerimanya.
PANDANGAN
KELIRU TENTANG TRINITAS
Gereja
di dalam sejarahnya telah menentang ajaran-ajaran yang salah dari para
penentang Trinitas. Pada berbagai abad yang telah dilewati beberapa orang telah
membentuk konsep-konsep yang salah dan tidak Alkitabiah tentang Trinitas.
Pandangan-pandangan keliru tersebut dapat diklasifikasikan ke dalam lima
pandangan utama, yaitu:
1.
Triteisme. Pandangan ini menolak keesaan Allah dan percaya pada tiga Allah.
Dalam sejarah gereja mula-mula, John Ascunages dan John Philoponus mengajarkan
bahwa ata tiga Allah dan ketiganya berhubungan dalam asosiasi yang bebas.
Kesalahan dari pengajaran ini karena meninggalkan kesatuan di antara trinitas
sebagai akibatnya mereka mengajarkan tiga Allah bukan tiga pribadi diantara
para Allah. Pandangan ini sama dengan Hinduisme yang memiliki dewa tiga
serangkai yaitu: Brahma, Wusnu dan Syiwa, tetapi pandangan ini sama sekali
berbeda dari pandangan Kristen Alkitabiah tentang Trinitas. Trinitas Kristen
bukan bahwa Allah itu tiga dalam pengertian yang sama dengan pengertian
keesaanNya. Allah bukanlah tiga pribadi dan pada pengertian yang sama adalah
satu pribadi; juga Allah bukanlah tiga Allah dan satu Allah pada pengertian
yang sama. Ajaran Trinitas Kristen mengajarkan bahwa hanya ada satu Allah yang
berdistingsi dalam tiga pribadi; Ia adalah tiga pribadi dalam satu Allah.
2.
Monarkianisme. Monarkianisme adalah pendahulu dari Sabellianisme. Monarkianisme
mengajarkan bahwa Allah Anak hanyalah merupakan mode lain dari pernyataan Allah
Bapa. Ada dua bentuk dari Monarkianisme, yaitu Adopsionisme dan Modalisme.
Dalam bentuk adopsianistiknya, Monarkianisme yang diajarkan oleh Theodotos dari
Byzantium (210 AD) memandang Yesus sebagai manusia yang diberikan kekuatan oleh
Roh Kudus pada saat baptisanNya. Dalam bentuk modalistiknya, Monarkianisme mengajarkan
bahwa satu Allah yang secara beragam memanifestasikan dirinya dalam tiga bentuk
atau mode keberadaan (Modalisme). Di Gereja Barat, Monarkianisme yang
modalistik dikenal sebagai Patri-passianisme. Nuetus dan Praxeas adalah
pemimpin-pemimpin dalam gerakan ini yang mengajarkan Patripassianisme, yaitu
Allah Bapa yang berinkarnasi di dalam Anak juga menderita di dalam Anak, di
saat penyaliban. Di Gereja Timur, Monarkianisme yang modalistik dikenal dengan
Sabellianisme.
3.
Sabellianisme. Sabellius dari Ptolemais (200 AD) menyatakan bahwa Bapa, Anak
dan Roh Kudus adalah tiga bentuk eksistensi atau tiga manifestasi dari satu
Allah. Menurut Pandangan ini, Trinitas bukan berkaitan dengan natur Allah,
tetapi hanya cara Allah dalam menyatakan diriNya. Pandangan ini mengajarkan
bahwa sebagai Bapa, Allah adalah Pencipta dan Pemberi Hukum; sebagai Anak,
Allah adalah Penyelamat; sebagai Roh Kudus, Allah melahirkan kembali dan
menguduskan. Atau dengan cara lainnya, Sebellianisme mengajarkan bahwa Allah
dikenal sebagai Bapa dalam Perjanjian Lama, sebagai Anak dalam kitab-kitab
Injil; dan sebagai Roh Kudus untuk zaman ini. Sabellianisme dalam setiap kasus,
percaya pada satu Pribadi saja yang mewujudkan diri dengan tiga cara. Pandangan
ini juga dikenal sebagai trinitas ekonomi, yaitu: satu Allah yang mewujudkan
diriNya dalam jabatan-jabatan berbeda pada ekonomi (administrasi/dispensasi)
yang berbeda. Di Gereja Timur, Sabellianisme juga dikenal sebagai Monarkianisme
yang modalistik. Sabellius ini diikuti oleh Abelard (1079-1142 AD) yang
menyatakan bahwa nama Bapa untuk menyatakan kuasa; Putra untuk menyatakan
hikmat; Roh Kudus untuk menyatakan kebaikan.
4.
Arianisme. Arius, seorang Penetua yang anti trinitarian dari Alexadria
mengajarkan Allah yang kekal yang esa dari Anak yang diperanakkan oleh Bapa,
dan karena itu, Anak memiliki permulaan (diciptakan). Jadi Arius
mengsubordinasikan Anak pada Bapa. Ia juga mengajarkan bahwa Roh Kudus adalah
yang pertama diciptakan oleh Anak, karena segala sesuatu dijadikan oleh Anak. Arius
beranggapan bahwa Allah Bapa adalh satu-satunya yang sama sekali tidak
mempunyai permulaan. Bapa menciptakan Anak dan Roh Kudus dari ketiadaan sebagai
tindakan penciptaan wal. Anak disebut Allah karena Ia datang langsung dari
Allah dan sudah diberi kusa untuk menciptakan. Arius dan ajarannya dinyatakan
sesat pada konsili Nicea tahun 325 AD.
5.
Socinianisme. Socinus, pada abad keenam belas mengajarkan pandangan yang mirip
dengan Arianisme. Socinianisme mengajarkan bahwa adalah keliru untuk
mempercayai Pribadi-Pribadi dari Trinitas memiliki satu hakikat yang esa. Paham
ini mengajarkan bahwa hanya ada satu zat ilahi yang terdiri hanya satu Pribadi.
Walau mengikuti Arius, tetapi Socinus melampaui Arianisme dalam penyangkalannya
tentang pra eksistensi Anak dan menganggap Anak hanya seorang manusia. Socinus
mendefinisikan Roh Kudus sebagai kebajikan atau tenaga (energi) yang mengalir
(keluarg) dari Allah kepada Manusia. Charles C. Ryrie, menyatakan “Pandangan
Socianisme ini mempengaruhi Unitarianisme Inggris dan Deisme Inggris.
Kebanyakan penganut Unitarianisme bukan penganut Deisme, tetapi semua penganut
Deisme mempunyai konsep Unitarian tentang Allah. Garis bidat adalah Arianisme
ke Socianisme ke Unitarianisme ke Deisme. Unitarianisme Amerika adalah turunan langsung
dari Unitarianisme Inggris” (Ryrie, Teologi Dasar, Jilid 1, hal. 78).
Pandangan
modern yang keliru tentang Trinitas bervariasi. Tetapi tidak ada hal yang baru
lagi. Semua kesalahan yang dilakukan oleh teolog-teolog modern sudah pernah
terjadi sebelumnya.
PENJELASAN
YANG BENAR TENTANG TRINITAS
Secara
ringkas kita menggambarkan bahwa “Allah adalah satu dalam esensi dan tiga dalam
substansi”. Formula ini memang merupakan misteri dan paradoks tetapi tidak
kontradiksi. Suatu kontradiksi akan muncul jika kita mengatakan bahwa “Allah
adalah satu dalam esensi dan tiga dalam esensi; atau Allah adalah tiga
substansi dan satu subtansi pada saat yang sama dan dalam pengertian yang
sama”. Keesaan dari Allah dinyatakan sebagai esensiNya atau keberadaanNya, sedangkan
keragamannya diskspresikan dalam tiga substansi atau pribadi. Berikut ini
merupakan ringkasan ajaran tentang Trinitas.
Pertama,
Allah adalah satu dalam esensi. Esensial kesatuan dari Allah didasarkan pada
Ulangan 6:4, “dengarlah, hai orang Isreal: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu
esa!” Kata “esa” adalah kata Ibrani “echad” yang berarti “gabungan kesatuan;
satu kesatuan”. Pernyataan ini menekankan bukan hanya keunikan dari Allah
tetapi juga kesatuan dari Allah (Bandingkan Yakobus 2:19). Ini berarti bahwa
ketiga Pribadi secara esensi tidak terbagi. Kesatuan dari esensi ini juga
menekankan bahwa ketiga Pribadi dari Trinitas tidak berarti bertindak secara
mandiri dan terpisah. Pernyataan ini penting dalam menangkal ajaran sesat
Arianisme dan Socianisme yang menolak kesatuan esensi Anak dan Roh Kudus dengan
Bapa.
Kedua,
Allah adalah tiga dalam dalam pribadi. Walau istilah “Pribadi” cenderung
menimbulkan pemahaman keliru tentang kesatuan dalam Trinitas, tetapi kata ini
terus dipertahankan karena tidak ada kata lain yang lebih mendekati kebenaran
yang disingkapkan Alkitab tentang Allah Trinitas ini. Istilah “Pribadi” banyak
menolong dalam menjelaskan Trinitas, karena kata itu menekankan bukan hanya
suatu manifestasi tetapi juga pribadi sebagai persona (individu). Dengan
menyatakan bahwa Allah adalah tiga dalam kaitan dengan pribadi hal ini
menekankan bahwa (1) adanya distingsi persona dalam Keallahan; (2) setiap
Pribadi memiliki esensi yang sama dengan Allah; dan (3) setiap Pribadi memiliki
kepenihan Allah. Jadi, Dalam Allah tidak ada tiga pribadi bersama dan terpisah
satu sama lain, tetapi hanya perbedaan pribadi diantara esensi Ilahi.
Pernyataan tersebut merupkan suatu perbedaan yang penting dari Modalisme atau
Sabellianisme, yang mengajarkan bahwa satu Allah hanya memanifestasikan diriNya
dalam tiga cara yang berbeda.
Ketiga,
Ketiga Pribadi memiliki relasi yang berbeda. Diantara Trinitas ada suatu relasi
yang diekspresikan dalam arti subsistensi. Bapak tidak dilahirkan dan tidak
berasal dari Pribadi manapun; Anak secara kekal berasal dari Bapa (Yohanes
1:18; 3:16,18; 1 Yohanes 4:9). Istilah-istilah yang digunakan untuk menjelaskan
relasi diatara Trinitas adalah “generatio” dan “prosesi”. Istilah “generation”
digunakan untuk menjelaskan bahwa dalam relasi Trinitas Anak secara kekal lahir
dari Bapa, Roh Kudus secara kekal berasal dari Bapa dan Anak (Yohanes 14:26;
16:7). Istilah “prosesi” digunakan untuk menjelaskan relasi Trinitarian Bapa
dan Anak mengutus Roh Kudus. Sekali lagi perlu ditegaskan bahwa istilah-istilah
ini digunakan untuk menjelaskan relasi di antara Trinitas dan tidak untuk
menunjukkan bahwa salah satu pribadi lebih rendah dari pribadi-pribadi lainnya.
Keempat,
Ketiga Pribadi setara dalam kekekalan dan otoritas. Meskipun istilah
“generatio” dan “prosesi” dapat digunakan dalam hubungan dengan fungsi di
antara Trinitas, adalah penting untuk menyadari bahwa ketiga Pribadi adalah
secara dalam kekekalan dan otoritas. Bapa diakui sebagai kekal dan berotoritas
paling tinggi (1 Korintus 8:6); Anak juga diakui setara dengan Bapa dalam
segala hal (Yohanes 5:21-23); Demikian juga Roh Kudus diakui setara dengan Bapa
dan Anak (Matius 12:31)
DASAR-DASAR
ALKITAB BAGI AJARAN TRINITAS
Dasar-Dasar
Bagi Ajaran Trinitas dalam Perjanjian Lama:
Teks-teks
Perjanjian Lama berikut ini memang tidak tuntas dalam menjelaskan Trinitas
tetapi mengindikasikan konsep Trinitas di dalam Perjanjian Lama.
1.
Penggunaan kata Ibrani “????? - Elohim” untuk Allah (Kej 1:1 dan ayat lainnya)
yang merupa¬kan kata bentuk jamak merupakan indikasi pertama tentang Trinitas
dalam Perjanjian Lama.
Kata
“Elohim” adalah bentuk jamak dari kata benda untuk Allah orang Israel. Kata
“Elohim” ini mempunyai bentuk tunggal yaitu “???? - Eloah” yang digunakan
antara lain dalam Ulangan 32:15-17; Mazmur 19:32; dan Habakuk 3:3. Tetapi dalam
Perjanjian Lama kata “Eloah” hanya digunakan sebany¬ak 250 kali, sedangkan kata
“Elohim” sekitar 2500 kali. Penggunaan kata bentuk jamak yang jauh lebih banyak
ini menunjukkan adanya “kejamakan dalam diri Allah”. Jika memang Allah itu
tunggal secara mutlak, mengapa tidak digunakan kata Eloah secara konsisten? Dan
mengapa justru menggunakan Elohim jauh lebih banyak dari Eloah? Dengan demikian
penggunaan kata Elohim untuk menyebut nama Allah mengindikasikan adanya Trinitas.
Jadi, Alkitab menggunakan kata Eloah untuk menyatakan ketunggalan Allah dalam
esensiNya, dan Elohim untuk menyatakan kejamakan Allah dalam pribadiNya.
2.
Penggunaan kata bentuk jamak untuk Allah atau dalam relasinya dengan Allah.
“Berfirmanlah
Allah (bentuk tunggal) : ‘Baiklah Kita (bentuk jamak) menjadikan manusia
menurut gambar dan rupa Kita (bentuk jamak), supaya mereka berkuasa atas
ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh
bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi.” (Kejadian 1:26).
“Berfirmanlah TUHAN Allah: ‘Sesungguhnya manusia itu telah menjadi seperti
salah satu dari Kita (jamak), tahu tentang yang baik dan yang jahat; ...”
(Kejadian 3:23a). “Baiklah Kita (jamak) turun dan mengacaubalaukan di sana
bahasa mereka, sehingga mereka tidak mengerti lagi bahasa masing-masing”
(Kejadian 11:7).
Ada
yang mengatakan bahwa pada waktu Allah menggunakan kata “Kita” dalam Kejadian
1:26, maka saat itu Ia sedang berbicara kepada para malaikat. Jadi bukan
menunjukkan “kejamakan dalam diri Allah”. Tetapi ini mustahil, sebab jika dalam
Kejadian 1:26 diartikan bahwa “Kita” itu menunjuk kepada “Allah dan para
malaikat”, maka haruslah disim¬pulkan bahwa: manusia juga diciptakan menurut
gambar dan rupa malaikat; Allah mengajak para malaikat untuk bersama-sama
menciptakan manusia, sehingga kalau Allah adalah pencipta, maka malaikat adalah
rekan pencipta. Pandangan Kristen menganggap pemakaian kata “Kita” menunjukkan
bahwa pribadi-pribadi dalam Allah Tritunggal itu berbicara satu dengan yang
lain, dan ini menunjukkan adanya “kejamakan tertentu dalam diri Allah”.
3.
Beberapa ayat dalam Kitab Suci membedakan Allah yang satu dengan Allah yang
lain (seakan-akan ada lebih dari satu Allah).
“Takhtamu
kepunyaan Allah, tetap untuk seterusnya dan selamanya, dan tongkat kerajaanmu
adalah tongkat kebenaran... sebab itu Allah, Allahmu, telah mengurapi engkau
dengan minyak sebagai tanda kesukaan, melebihi teman-teman sekutumu” (Mazmur
45:7-8). Karena dalam ayat ini Alkitab Indonesia kurang tepat terjema¬hannya,
mari kita lihat terjemahan NASB di bawah ini. “Thy throne, O God, is forever
and ever ... Therefore God, Thy God has anointed Thee” (TahtaMu, Ya Allah,
kekal selama-lamanya. ... Karena itu, Allah, AllahMu telah mengurapi Engkau). Ibrani
1:8-9 mengutip ayat ini, “Tetapi tentang Anak Ia berkata: "Takhta-Mu, ya
Allah, tetap untuk seterusnya dan selamanya, dan tongkat kerajaan-Mu adalah
tongkat kebenaran. Engkau mencintai keadilan dan membenci kefasikan; sebab itu
Allah, Allah-Mu telah mengurapi Engkau dengan minyak sebagai tanda kesukaan,
melebihi teman-teman sekutu-Mu.
“Kemudian
TUHAN menurunkan hujan belerang dan api atas Sodom dan Gomora, berasal dari
TUHAN, dari langit” (Kejadian 19:24). TUHAN (YHWH), yang saat itu ada di bumi,
menurunkan hujan belerang dan api atas Sodom dan Gomora, berasal dari TUHAN
(YHWH), dari langit. Jadi kelihatannya ada dua TUHAN (YHWH), satu di bumi, satu
di langit.
4.
Penampilan dari Malaikat TUHAN (Kejadian 16:2-13 22:11,16 31:11,13 48:15,16
Keluaran 3:2,4,5 Hakim-hakim 13:20-22).
Istilah
“Malaikat TUHAN” ini juga menunjukkan bahwa “Malaikat TUHAN” (the Angel of the
LORD) ini tidak sama dengan Allah. Tetapi, sekalipun dalam bagian-bagian
tertentu Malaikat TUHAN itu disebut sebagai Malaikat TUHAN, dalam bagian-bagian
lain Ia juga disebut sebagai Allah / TUHAN sendiri. Sebagai contoh, dalam Kej
16:7,9,10,11, disebut sebagai Malaikat TUHAN; tetapi dalam Kejadian 16:13
disebut sebagai TUHAN sendiri.
Contoh
lainnya, dalam Kejadian 22:11a, disebut sebagai “Malaikat TUHAN”; tetapi dalam
Kejadian 22:11b-12, disebut sebagai “Tuhan” atau “Allah” sendiri. Sekalipun
dalam ayat 11 disebut sebagai “Malaikat TUHAN”, tetapi dalam ayat 11b disebut
“Tuhan” oleh Abraham. Dan dalam ayat 15, “Malaikat TUHAN” itu berseru, tetapi
dalam ayat 16 dikatakan “firman TUHAN”. Lalu dalam ayat 16 Malaikat TUHAN itu
bersumpah demi diriNya sendiri. Seorang malaikat biasa akan bersumpah demi nama
Tuhan, bukan demi dirinya sendiri atau menggunakan namanya sendiri (bandingkan:
Daniel 12:7; Ibrani 6:13,16-17; Wahyu 10:5-6). Jadi jelas bahwa Malaikat TUHAN
itu adalah Tuhan / Allah sendiri.
Juga,
dalam Kel 23:20-23, malaikat TUHAN ini mempunyai kuasa untuk mengampuni dosa.
Dari kata-kata “namaKu ada di dalam dia”, kita menganggap bahwa malaikat ini
adalah Malaikat Perjanjian, yaitu Yesus Kristus sendiri. Semua ini menunjukkan
bahwa Malaikat TUHAN itu adalah Allah atau TUHAN sendiri.
5.
Seruan rangkap tiga (trisagion) dalam doa dan berkat keimaman Harun
mengindikasikan Trinitas.
Penggunaan
nama “TUHAN” (YHWH) tiga kali berturut-turut dalam Bilangan 6:24-26 dan sebutan
“kudus” bagi Allah tiga kali berturut-turut dalam Yesaya 6:3 dan Wahyu 4:8.
Tidakkah mengherankan bahwa ayat-ayat itu menyebutkan “TUHAN” dan “kudus”
sebanyak tiga kali? Mengapa tidak tiga kali, atau lima kali, atau tujuh kali?
Jelas karena ada hubungannya dengan Allah Trinitas!
6.
Penggunaan kata “esa” dalam Ulangan 6:4 menunjukkan Trinitas.
“Dengarlah,
hai orang Israel: TUHAN (YHWH) itu Allah kita (Eloheynu), TUHAN (YHWH) itu
esa!” (Ulangan 6:4). Kata “esa” yang digunakan disini dalam bahasa Ibraninya
adalah “ekhad” yang menunjuk kepada “satu kesatuan yang mengandung makna
kejamakan; dan bukan satu yang mutlak”.
Kata
“ekhad” ini sering berarti “satu gabungan (a compound one)”, bukan “satu yang
mutlak (an absolute one)”. Berikut ini contoh-contoh dari penggunaan kata
“ekhat”. Kejadian 1:5, “Dan Allah menamai terang itu siang, dan gelap itu
malam. Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari pertama (yom ekhad)”.
Gabungan dari petang dan pagi membentuk satu (ekhad) hari. Kejadian 2:24, Adam
dan Hawa menjadi satu (ekhad) daging. “Sebab itu seorang laki-laki akan
meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya
menjadi satu daging” (Kejadian 2:24). Bilangan 13:23, “Ketika mereka sampai ke
lembah Eskol, dipotong merekalah di sana suatu cabang dengan setandan buah
anggurnya, lalu berdualah mereka menggandarnya; juga mereka membawa beberapa
buah delima dan buah ara”. Frase “Setandan buah anggur”, atau “satu (ekhad)
tandan buah anggur” berati satu tandan buah anggur yang pasti terdiri dari
banyak buah anggur.
Sebetulnya
ada sebuah kata lain dalam bahasa Ibrani yang berarti “satu yang mutlak (an
absolute one)” atau “satu-satunya”. Kata itu adalah “yakhid”. Contoh penggunaan
kata “yakhid” ini dapat dilihat dalam Kejadian 22:2,16 - “FirmanNya: ‘Ambillah
anakmu yang tunggal (yakhid) itu, yang engkau kasihi, yakni Ishak, pergilah ke
tanah Moria dan persembahkanlah dia di sana sebagai korban bakaran pada salah
satu gunung yang akan Kukatakan kepadamu.’ ... kataNya: ‘Aku bersumpah demi
diriKu sendiri - demikianlah firman TUHAN - : Karena engkau telah berbuat
demikian, dan engkau tidak segan-segan untuk menyerahkan anakmu yang tunggal
(yakhid) kepadaKu”.
Jika
Musa ingin menekankan tentang “kesatuan yang mutlak” dari Allah dan bukannya
“kesatuan gabungan” (a compound unity), maka pastilah ia akan menggunakan kata
yakhid dan bukan¬nya ekhad untuk kata esa dalam Ulangan 6:4 tersebut.
Kenyataannya, Musa menggunakan kata ekhad dalam ayat tersebut, hal ini pasti
menunjukkan bahwa Allah itu tidak satu secara mutlak, tetapi ada kejamakan
dalam diri Allah.
Dasar-Dasar
Bagi Ajaran Trinitas Dalam Perjanjian Baru
Perjanjian
Baru memberikan pernyataan yang lebih jelas tentang pribadi-pribadi yang
berbeda dalam diri Allah. Berikut secara ringkas bagian-bagian Perjanjian Baru
dimana Trinitas diajarkan.
1.
Perjanjian Baru menunjukkan ketiga pribadi Allah itu dengan lebih jelas, dan
juga menyetarakan Mereka. (Yohanes 5:31,32,37).
Yohanes
5:31 menunjukkan Yesus sebagai “saksi”, dan Yohanes 5:32,37a menunjukkan Bapa
sebagai “saksi yang lain”, dimana untuk kata-kata “yang lain” digunakan kata
bahasa Yunani “allos”. Ada dua kata Yunani yang berarti “yang lain”, yaitu
“allos” dan “heteros”. Tetapi kedua kata ini ada bedanya. Kata “allos” menunjuk
pada “yang lain” dari jenis yang sama; Sedangkan “heteros” menunjuk pada “yang
lain” dari jenis yang berbeda. Sebagai contoh, saya mempunyai satu botol
minuman sprite. Jika saya mengingin¬kan satu botol sprite “yang lain”, yang
sama dengan yang ada pada saya ini, maka saya akan menggunakan kata “allos”.
Seandainya saya menghendaki minuman “yang lain”, misalnya fanta, maka saya
harus menggunakan “heteros”, bukan “allos”. Jadi pada waktu Yesus disebut sebagai
saksi, dan Bapa sebagai Saksi yang lain, dan kata ‘yang lain’ itu menggunakan
allos, maka itu menunjukkan bahwa Yesus mempunyai kwalitet atau jenis yang sama
dengan Bapa, dan ini membuktikan bahwa Yesus adalah Allah!
Hal
yang sama terjadi antara Yesus dan Roh Kudus. Yesus disebut “Pengantara” atau
“Parakletos” (1 Yohanes 2:1), dan Roh Kudus disebut “Penolong” atau
“Parakletos” yang lain (Yohanes 14:16). Janji Tuhan Yesus untuk mengirin
seorang Penolong (Parakletos) “yang lain” disini berarti seorang yang lain dari
Pribadi Trinitas. Di sini untuk kata-kata “yang lain” juga digunakan “allos”,
yang menunjukkan bahwa Yesus dan Roh Kudus mempunyai jenis atau kualitas yang
sama. Dengan demikian Bapa, Anak, dan Roh Kudus mempunyai jenis atau kualitas
yang sama, dan semua ini bisa digunakan untuk mendukung doktrin Trinitas.
Memang di sini tidak terlihat kesatuan dari pribadi-pribadi itu, tetapi ini
dengan mudah bisa didapatkan dari ayat-ayat yang menunjukkan ketunggalan Allah,
seperti Ulangan 6:4; Markus 12:32; Yohanes 17:3 1Timotius 2:5 Yakobus 2:19 1
Korintus 8:4, dsb, yang telah saya bahas di depan.
2.
Perjanjian Lama menyebut TUHAN (YHWH) sebagai Penebus dan Juruselamat (Mazmur
19:15; 78:35; Yesaya 43:3,11,14; 47:4; 49:7,26 ; 60:16), maka dalam Perjanjian
Baru, Anak Allah / Yesus¬lah yang disebut demikian (Matius 1:21 Lukas 1:76-79;
2:11; Yohanes 4:42; Galatia 3:13; 4:5; Titus 2:13).
3.
Perjanjian Lama mengatakan bahwa TUHAN (YHWH) tinggal di antara bangsa Israel
dan di dalam hati orang-orang yang takut akan Dia (Mazmur 74:2; 135:21; Yesaya
8:18; 57:15; Yehezkiel 43:7,9; Yoel 3:17,21; Zakharia 2:10-11), maka dalam
Perjanjian Baru dikatakan bahwa Roh Kuduslah yang mendiami Gereja / orang
percaya (Kisah Para Rasul 2:4; Roma 8:9,11; 1 Korintus 3:16; Galatia 4:6; Ef
2:22; Yakobus 4:5).
4.
Perjanjian Baru memberikan pernyataan yang jelas tentang Allah yang mengutus
AnakNya ke dalam dunia (Yohanes 3:16; Galatia 4:4; Ibrani 1:6; 1 Yohanes 4:9),
dan tentang Bapa dan Anak yang mengutus Roh Kudus (Yohanes 14:26; 15:26; 16:7;
Galatia 4:6).
5.
Dalam Perjanjian Baru kita melihat Bapa berbicara kepada Anak (Markus 1:11) dan
Anak berbicara kepada Bapa (Matius 11:25-26; 26:39; Yohanes 11:41; 12:27) dan
Roh Kudus berdoa kepada Allah dalam hati orang percaya (Roma 8:26).
6.
Perjanjian Baru menunjukkan ketiga pribadi Allah itu disebut dalam satu bagian
Kitab Suci. Pada peristiwa baptisan Kristus (Matius 3:16-17); Pada peristiwa
Amana Agung (Matius 28:19); Penjelasan Paulus tentang Kharismata atau
karunia-karunia Roh (1 Korintus 12:4-6); Berkat Rasuli (2 Korintus 13:13);
Tentang kesatuan tubuh Kristus (Efesus 4:4-6); dan pernyataan Petrus (1 Petrus
1:2). Perlu diperhatikan dalam ayat-ayat di atas ini adalah bahwa
urut-urutannya tidak selalu Bapa sebagai yang pertama disebutkan, Anak sebagai
yang kedua, dan Roh Kudus sebagai yang ketiga. Urut-urutan dbolak-balik, dan
ini menunjukkan kesetaraan Mereka. Kalau Bapa memang lebih tinggi dari Anak,
maka adalah mustahil bahwa Yesus kadang-kadang ditulis lebih dulu dari Bapa,
dan kalau Roh Kudus hanya sekedar merupakan ‘tenaga aktif Allah’, maka juga
merupakan sesuatu yang mustahil bahwa ‘tenaga aktif Allah’ itu ditulis lebih
dulu dari Allahnya sendiri.
Dalam
kasus-kasus tertentu, tiga nama yang diletakkan berjajar bisa menunjukkan bahwa
mereka setingkat. Misalnya kalau dikatakan ada konferensi tingkat tinggi tiga
negara, maka kalau negara yang satu mengirimkan kepala negara, maka pasti kedua
negara yang lain juga demikian. Kalau negara yang satu mengirim menteri luar
negeri, maka pasti kedua negara yang lain juga demikian. Jadi, kadang-kadang
penyejajaran tiga nama memang bisa menunjukkan bahwa tiga orang itu setingkat.
Itu tergan¬tung dari konteksnya; dan karena itu harus dipertanyakan: dalam
situasi dan keadaan apa ketiga pribadi itu disebutkan bersama-sama? Dalam
ayat-ayat di atas, Bapa, Anak, dan Roh Kudus disebutkan dalam konteks yang
sakral, seperti formula baptisan (Matius 28:19), berkat kepada gereja Korintus
(2 Korintus 13:13), baptisan Yesus (Matius 3:16-17), dsb. Karena itu ayat-ayat
itu bisa dipakai sebagai dasar untuk menunjukkan bahwa Bapa, Anak, dan Roh
Kudus itu setingkat.
7.
Dalam Matius 28:19 dikatakan “dalam nama Bapa, dan Anak, dan Roh Kudus”. Secara
khusus, frase Yunani yang tertulis di Matius 28:19 yaitu “baptizontes autous
eis to onoma tou patros kai tou uiou kai tou agiou pneumatos” yang
diterjemahkan menjadi “baptislah mereka dalam nama Bapa, dan Anak, dan Roh
Kudus”, dimana hal yang menarik adalah bahwa sekalipun di sini disebutkan tiga
buah nama yaitu Bapa, Anak, dan Roh Kudus, tetapi kata kata Yunani “eis to
onomo” yang diterjemahkan “dalam nama” adalah nominatif singular (bentuk
tunggal, bukan bentuk jamak)! Dalam bahasa Inggris diterjemahkan name (bentuk
tunggal), bukan names (bentuk jamak). Karena itu ayat ini bukan hanya
menunjukkan bahwa ketiga Pribadi itu setara, tetapi juga menunjukkan bahwa
ketiga Pribadi itu adalah satu atau esa.
PROBLEM
TRINITAS
Mereka
yang menyangkali Trinitas kadang-kadang tidak setuju dengan penggunaan
istilah-istilah tertentu yang kelihatannya mengimplikasikan bahwa Kristus itu
lebih rendah dari Bapa, yang kalau itu benar, maka itu akan menyangkali
Trinitas. Beberapa istilah problematik akan di bahas di sini.
1.
Arti dari kata “dilahirkan”. Istilah dilahirkan di gunakan di dalam beberapa
pengertian sehubungan dengan Kristus. Pertama, berdasarkan Matius 1:20,
dinyatakan dengan jelas bahwa Kristus dilahirkan dalam kemanusiaan-Nya bukan
dalam keilahian-Nya. Kristus adalah Allah dari sejak kekekalan (Mikha 5:2),
tetapi di Bethlehem Ia mengambil natur tambahan, yaitu natur manusia. Roh kudus
berperan dalam kandungan Maria untuk menjamin ketidakberdosaan kemanusiaan
Kristus. Dengan referensi pada kemanusiaan Kristus maka istilah dilahirkan itu
digunakan; kata itu tidak akan pernah digunakan dengan referensi pada
keilahian-Nya. Dilahirkan tidak berkaitan dengan keberadaan Yesus sebagai Putra
Allah. Dalam ruang dan waktu, Yesus mendeklarasikan diri sebagai Putra Allah.
(Mazmur 2:7; Kisah Para Rasul 13:32-33; Roma 1:4). Ayat-ayat ini semua menekankan
bahwa keberadaan Yesus sebagai Putra Allah dikukuhkan dan diverifikasi oleh
kebangkitan. Jadi, kebangkitan tidak menjadikan Ia Putra Allah. Yesus adalah
Putra Allah sejak kekekalan. Jadi, Mazmur 2:7 dan Kisah Para Rasul 13:33
menekankan bahwa dilahirkan menunjuk pada deklarasi publik tentang Kristus
sebagai Putra Allah (tetapi bukan asal mula dari Kristus sebagai Putra Allah).
2.
Arti dari frase “Anak Sulung”. Mereka yang menyangkal keilahian Kristus
seringkali melakukannya dengan menunjuk pada istilah anak sulung, mengartikan
bahwa apabila istilah itu berkaitan dengan Kristus maka harus berimplikasi Ia
memiliki permulaan dalam waktu. Namun demikian, baik studi leksikal dari kata
itu demikian juga studi konteksual dari penggunaan kata itu memberikan solusi
yang berbeda akan arti anak sulung. Dalam budaya Perjanjian Lama penekanan
utama adalah pada status anak tertua. Ia menikmati dua bagian dari warisan
(Ulangan 21:17), hak-hak yang lebih dari anggota keluarga lain (Kejadian
27:1-4, 35-37), perlakuan khusus (Kejadian 43:33), dan penghormatan dari yang
lain (Kejadian 37:22). Secara figuratif, kata itu menunjuk pada prioritas atau
supremasi (Keluaran 4:22; Yeremia 31:9) dan digunakan untuk Kristus. Di Kolose
1:18 di mana Kristus disebut sebagai anak sulung memberikan arti yang jelas:
sebagai yang sulung, Kristus adalah kepala dari Gereja dan paling tinggi dari
segalanya. Di Ibrani 1:6 supremasi Kristus sebagai yang sulung tampak dalam hal
malaikat-malaikat menyembah Dia. Hanya Allah yang disembah. Mazmur 89:28
mungkin satu dari penjelasan yang paling jelas dari istilah yang sulung. Ini
adalah sebuah contoh dari puisi sintetik dalam bahasa Ibrani dimana baris kedua
menjelaskan yang pertama. Dalam Mazmur Mesianik ini Allah meneguhkan bahwa
Mesias akan menjadi yang sulung, yaitu raja yang tertinggi di bumi ini. Yang
sulung dijelaskan memerintah atas para raja di seluruh dunia. Baik dari studi
bahasa dan eksegis adalah jelas bahwa yang sulung berfokus pada keutamaan
status dari Yesus sebagai Mesias.
3.
Arti dari frase “Anak Tunggal”. Istilah anak tunggal (Yunani monogenes) (lihat:
Yohanes 1:14, 18; 3:16; 1 Yohanes 4:9) tidak berarti titik awal dalam waktu
tetapi bahwa Yesus adalah Anak Tunggal Allah yang “unik”, “hanya satu-satunya
dan tidak ada yang lain sejenis Dia”, “satu-satunya contoh dari kategorinya”.
Anak tunggal “digunakan untuk menandai keunikan Yesus di atas semua keberadaan
di dunia dan di surga”. Di Kejadian 22:2, 12, 16 mencerminkan konsep dari
“hanya, berharga” sebagaimana Ishak dipandang oleh ayahnya, Abraham. Rasul
Yohanes menjabarkan kemuliaan yang terpancar dalam keunikan Putra Allah, tidak
ada siapapun yang memancarkan kemuliaan Allah (Yohanes 1:14); lebih dari itu,
Anak “menjelaskan” Bapa, di mana tidak ada siapapun, kecuali Putra Allah yang dapat
menjelaskan Bapa. Putra Allah yang unik, yang Allah utus ke dunia; hidup kekal
disediakan hanya melalui Putra Allah yang unik (Yohanes 3:16). Dalam
mempelajari bagian itu adalah jelas bahwa Anak Tunggal tidak berarti menjadi
berada, tetapi mengekspresikan keunikan dari pribadi itu. Kristus adalah Unik
sebagai Putra Allah, yang diutus oleh Bapa dari Surga.
PENUTUP
Berdasarkan
penjelasan-penjelasan di atas, bersama dengan dengan R.C Sproul kita dapat
berkata bahwa “doktrin Trinitas menjelaskan batas pemikiran kita yang terbatas.
Doktrin Trinitas menuntut kita untuk setia pada wahyu Ilahi yang menyatakan
bahwa dalam satu pengertian Allah adalah esa dan dalam pengertian lainnya Dia
adalah tiga” . Selanjutnya Sproul menyimpulkan bahwa:
Pertama,
doktrin Trinitas meneguhkan kesatuan Allah di dalam tiga pribadi.
Kedua,
doktrin Trinitas bukan merupakan suatu kontradiksi melainkan paradoksi: Allah
memiliki satu esensi dan tiga pribadi.
Ketiga,
Alkitab (Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru) meneguhkan baik keesaan Allah dan
Keilahian dari Bapa, Anak, dan Roh Kudus.
Keempat,
ketiga Pribadi di dalam Trinitas dibedakan melalui karya yang dilakukan oleh
Bapa, Anak, dan Roh Kudus.
Kelima,
Doktrin Trinitas memberikan batasan kepada spekulasi manusia tentang natur Allah.
DAFTAR
REFERENSI YANG DIANJURKAN:
Arrington,
French L., 2004. Christian Doctrine A Pentacostal Perspective, Jilid 1.
Terjemahan, Penerbit Departemen Media BPS GBI: Jakarta
Berkhof,
Louis., 2011. Systematic Theology. Jilid 1, Terjemahan, Penerbit Momentum:
Jakarta.
Boice,
James M., 2011. Fondations Of The Christian Faith: A Comprehensive And Readable
Theology. Terjemahan, Penerbit Momentum : Jakarta
Conner,
Kevin J., 2004. The Fondation of Christian Doctrine. Terjemahan, Pernerbit
Gandum Mas: Malang.
Cornish,
Rick., 2007. Five Minute Theologian. Terjemahan, Penerbit Pionir Jaya: Bandung.
Cornish,
Rick., 2007. Five Minute Church Historian. Terjemahan, Penerbit Pionir Jaya:
Bandung.
Daun,
Paulus., 1994. Bidat-Bidat Kristen dari Masa ke Masa. Yayasan Daun Family:
Manado.
Drewes,
B.F, Wilfrid Haubech & Heinrich Vin Siebenthal., 2008. Kunci Bahasa Yunani
Perjanjian Baru. Jilid 1 & 2. Penerbit BPK Gunung Mulia: Jakarta.
Enns,
Paul., 2004. The Moody Handbook of Theology, jilid 1 & 2. Terjemahan,
Penerbit Literatur SAAT: Malang.
Enns,
Paul., 2000. Approaching God, jilid 1. Terjemahan, Penerbit Interaksara: Batam.
Erickson
J. Millard., 2003. Christian theology. Jilid 1 & 2. Terjemahan, Penerbit
Gandum Mas: Malang.
Frame,
John M., 2010. Apologetics To The Glory Of God: An Introduction. Terjemahan,
Penerbit Momentum: Jakarta.
Grudem,
Wayne., 1994. Systematic Theology: A Introduction to a Biblical Doctrine.
Zodervan Publising House: Grand Rapids, Michigan.
Grudem,
Wayne., 2009. Christian Beliefs. Terjemahan, Penerbit Metanonia Publising:
Jakarta.
Kennedy,
D. James., 2000. Why I Believe. Terjemahan, Penerbit Interaksara: Batam.
Letham,
Robert., 2011. The Holy Trinity: In Scripture, History, Theology, and Worship.
Terjemahan, Penerbit Momentum: Jakarta.
Lewis,
C.S., 2006. Mere Christianity. Terjemahan, Penerbit Pionir Jaya: Bandung.
Matindas,
B.E., 2010. Meruntuhkan Benteng Ateisme Modern, Penerbit Andi Offset:
Yogyakarta.
Milne,
Bruce., 1993. Knowing The Truth : A Handbook of Christian Belief. Terjemahan
(1993). Penerbit BPK: Jakarta.
Mounce,
William D., 2011. Basics of Biblical Greek, edisi 3. Terjemahan, Penerbit
Literatur SAAT: Malang.
Ryrie,
Charles C., 1991. Basic Theology. Jilid 1 dan 2, Terjemahan, Penerbit Andi
Offset: Yoyakarta.
Sproul,
R.C., 1997. Essential Truths of the Christian Faith. Terjemahan, Penerbit
Literatur SAAT: Malang.
Sproul,
R.C., 2008. Defending Your Faith: An Introduction To Apologetics. Terjemahan,
Penerbit Literatur SAAT: Malang.
Strobel,
Lee., 2002. The Case For Christ. Terjemahan, Penerbit Gospel Press: Batam.
Susabda,
Yakub B., 2010. Mengenal dan Bergaul Dengan Allah. Penerbit Andi Offset:
Yoyakarta.
Susanto,
Hasan., 2003.Perjanjian Baru Interlinier Yunani-Indonesia dan Konkordansi
Perjanjian Baru, jilid 1 dan 2. Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT: Malang.
Tabb,
Mark, ed., 2011. Theology. Terjemahan, Penerbit Yayasan Gloria: Yogyakarta.
Thiessen,
Henry C., 1992. Lectures in Systematic Theology, direvisi Vernon D. Doerksen.
Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang.
Tong,
Stephen., 2012. Allah Tritunggal. Edisi Revisi, Penerbit Momentum: Jakarta.
Urban,
Linwood., 2006. Sejarah Ringkas Pemikiran Kristen. Penerbit BPK Gunung Mulia:
Jakarta.
Van
Til, Cornelius., 2010. An Introduction to Systematic Theolog: Prolegomena and
the Doctrine of Revelation, Scripture, and God. Terjemahan, Penerbit Momentum:
Jakarta.
Williamson,
G.I., 2012. Westminster Confession Of Faith. Terjemahan, Penerbit Momentum:
Jakarta.
Wongso,
Peter., 1992. Sejarah Gereja. Seminari Alkitab Asia Tenggara: Malang.
(Pdt.
Samuel T. Gunawan adalah teolog Protestan-Kharismatik, Pendeta dan Gembala di
GBAP Jemaat El Shaddai; Pengajar di STT IKAT dan STT Lainnya)